Kota Bekasi || gardakeadilannews.com
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan Surat Nomor: 10.2.1.3/3736/SJ Tanggal 21 Juli 2023 Hal: Usulan Nama Calon Penjabat Wali Kota. Menindaklanjuti hal tersebut, DPRD Kota mengusulkan tiga nama, diantaranya: Drs. Makmur Marbun, M.Si, Ir. A. Koswara, M.P dan Dr. dr. Kusnanto Saidi, Mars yang ditandatangani langsung oleh Ketua DPRD H. M. Saifuldaulah, SH, MH, M.Pdi dalam surat Nomor: 172.6/4869/DPRD.PP Tanggal 4 Agustus 2023.
Dibalik pengajuan permohonan dorongan nama Penjabat (PJ) Wali Kota Bekasi ke Kemendagri, Forum Komunikasi Intelektual Muda (Forkim) Indonesia mengungkap ada ketidakharmonisan ditubuh Fraksi PDI Perjuangan,
Hal itu terlihat dari adanya pernyataan dari Arif Rachman anggota DPRD Kota Bekasi Fraksi PDIP yang menyampaikan bahwa dirinya tidak dilibatkan dalam usulan Pj. Walikota Bekasi.
"Suhu politik jelang kontestasi Pemilu sedang memanas di PDI Perjuangan. Ada 2 'Gajah Besar'. Kalau bukan satu garis pasti ditinggal. Dilain sisi, PDIP mengusulkan Makmur Marbun yang mana kita melihat ada kepentingan politik praktis menjelang Pemilu 2024 nanti," terang Koordinator Forkim Mulyadi, Sabtu (12/8/2023).
Mulyadi mengatakan suhu politik akan semakin memanas di level birokrasi Kota Bekasi. Dalam catatan dalam kontestasi Pemilu sebelumnya, akan ada kecenderungan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang kurang netral.
"Mereka (ASN) akan berpihak kepada calon tertentu untuk kepentingan pragmatis. Ini harus diantisipasi agar tidak terjadi di Kota Bekasi. Pj. Walikota berperan menjaga netralitas ASN. Pj. Walikota harus menjadikan contoh yang baik bagi ASN yang dipimpinnya, dengan tidak memihak pada Parpol atau calon tertentu," ungkap Mulyadi.
Mulyadi menilai bahwa penunjukan Pj. Walikota harus mengedepankan Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jika tidak dilakukan, ini akan bertentangan dengan semangat good governance kepentingan bersama cita-cita kemerdekaan anak Bangsa.
"Selain itu, demokrasi menghendaki adanya partisipasi publik secara luas dan bermakna (meaningful). Partisipasi ini diperlukan untuk membangun pemerintahan yang akuntabel, transparan dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Tiadanya partisipasi hanya akan menghasilkan pemerintahan yang otoriter dan korup. Pola-pola pengambilan kebijakan yang nihil partisipasi ini tentu bukan kali pertama. Di Kota Bekasi kerap mengambil jalan pintas untuk menentukan nasib rakyat tanpa proses mendengar, meminta pendapat, dan mempertimbangkan masukan," papar aktivis GMNI tersebut.
Mulyadi juga menyoroti proses penunjukan Pj. Kepala Daerah mendatang yang dirinya pun mengingatkan kepada Kemendagri untuk mesti betul-betul memunculkan pejabat berintegritas yang akan duduk di kursi Pj. Walikota Bekasi.
"Dari tiga nama tersebut, diketahui ada 2 nama usulan Pj. Walikota Bekasi diduga terindikasi korupsi, yang kendaraannya pernah parkir di KPK terkait Korupsi. Seperti nama Makmur Marbun telah disebut dalam dakwaan Jaksa KPK di kasus korupsi Bupati Cirebon. Satu lagi nama lain yakni Dr. Kusnanto, dimana pernah disebutkan bahwa Direktur RSUD Kota Bekasi itu dimintai keterangannya terkait gratifikasi kasus korupsi Walikota Rahmat Effendi tahun 2022 untuk pembangunan Villa Glamping Jasmine Cisarua, Bogor," ungkap Mulyadi.
Mulyadi mengatakan bahwa korupsi di Bekasi Patah Tumbuh Hilang Berganti. Tentulah kita masyarakat Kota Bekasi berharap Pj. Walikota Bekasi menjadi figur, menjadi tokoh yang jauh dari praktek-praktek korupsi dan membangun sistem yang tidak ramah dengan korupsi.
"Penunjukan Pj. Kepala Daerah mendatang mesti betul-betul memunculkan Pejabat yang berintegritas. Selain itu juga perlu diperhatikan track record secara selektif serta mempunyai pengalaman dalam penyelenggaraan pemerintahan, punya penilaian kinerja pegawai selama 3 (tiga) tahun terakhir, baik dan tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin," pungkas Mulyadi. ( Red,*)