Bekasi-gardakeadilannews.com
Dalam direktori putusan perkara Nomor 314/Pid.Sus-TPK/2022/PN. Bdg atas nama terdakwa Walikota Bekasi non aktif, Rahmat Effendi yang divonis 10 tahun penjara, dan denda Rp. 1 miliar yang diunggah melalui situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Bandung, terdapat sejumlah nama pejabat yang diduga menerima dana gratifikasi.
Namun sejumlah nama yang diduga menerima dana gratifikasi tersebut mengembalikan ke Rek Penampungan Perkara KPK No.4420220250064 di BNI setelah Penyidik KPK melakukan penyidikan kasus OTT Walikota Bekasi, Rahmat Effendi, Rabu (5/1/2022) dari kediamannya di Pekayon, Bekasi Selatan.
Salah satu diantara sekian orang yang telah mengembalikan uang yang diduga sebagai dana gratifikasi itu yang paling menarik perhatian adalah pengembalian oleh Bendahara Penerimaan Kejaksaan Negeri Kota Bekasi, Ratna Herawati, SH., tertanggal 24 Februari 2022 sebesar Rp.200.000.000,- ke Rekening Penampungan Perkara KPK No.4420220250064 di BNI sebagaimana tercatatat pada laman situs SIPP PN Bandung.
Hingga Kamis (3/11/2022) historis pengembalian dana yang diduga gratifikasi tersebut masih tertera pada situs SIPP PN Bandung.
Menjadi pertanyaan bagi sejumlah wartawan, yang diduga menerima dana gratifikasi tersebut adalah oknum Kepala Seksi di Kejari Kota Bekasi, namun mengapa bendahara Penerimaan di Kejari tersebut yang mengembalikan.
Beragam pendapat pun bermunculan atas pengembalian dana tersebut oleh Kejari Kota Bekasi. Ada yang beranggapan dana yang diduga gratifikasi tersebut diterima atas nama institusi Kejaksaan Negeri Kota Bekasi, sehingga dikembalikan secara resmi melalui Bendahara Penerimaan.
Jika demikian, yang paling bertanggung-jawab adalah Kepala Kejaksaan Negeri Kota Bekasi, Laksmi Indriyah R, SH. MH.
Hal tersebut diungkapkan oleh Dicky Ardi, SH.,MH.. seorang Praktisi Hukum yang menjabat sebagai Sekertaris DPC IKADIN Bekasi sekaligus Dewan Penasehat Ruang Jurnalis Nusantara (RJN) Bekasi Raya menyoroti pemberitaan di beberapa media online yang dikatakan bahwa hal tersebut telah ditelusuri kedalam situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Bandung, terkait kasus tindak pidana korupsi dengan nomor perkara 314/Pid.Sus-TPK/2022/PN BDG terdakwa Makhfud Saifudin, dalam kanal penuntutan nomor 298 tertera jelas adanya pengembalian uang oleh salah satu pejabat yang diduga telah menerima pemberian gratifikasi adalah seorang Pejabat setingkat Kepala Seksi di Kejaksaan Negeri Kota Bekasi. Besaran uang yang diterima dan dikembalikan ke KPK senilai Rp 200 juta rupiah.
Menurut Dicky, jika benar ada pengembalian dana gratifikasi kepada KPK dari Pejabat Kejaksaan Negri Bekasi, maka KPK wajib menelusuri dan menindaklanjuti dugaan gratifikasi tersebut, KPK harus menelusuri, dari mana dana itu, siapa Pejabat Kejari Bekasi yang menerima dan dalam rangka untuk kepentingan apa dana yang dikembalikan tersebut..?
Masih juga menurut Dicky, dengan jelas dan tegas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Pemberantasan Tipikor”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (“UU 20/2001”) mengatur sebagai berikut:
Pasal 2 UU Pemberantasan Tipikor:
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor:
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pasal 4 UU Pemberantasan Tipikor:
Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
Selanjutnya Dicky menegaskan, tidak ada alasan bagi Penyidik Kepolisian, Kejaksaan dan atau KPK untuk tidak melanjutkan proses hukum tindak pidana korupsi tersebut.
"Meski terduga pelaku telah mengembalikan uang hasil kejahatan korupsinya," pungkas Dicky.
Terpisah, saat dikonfirmasi Restu Pangestu Kasi Pidsus Kejari Bekasi awak media via telepon mengatakan bahwa silahkan temui dan konfirmasi Kasi Intel.
Sampai berita ini diturunkan belum ada keterangan resmi, baik dari Kepala Kejaksaan Negeri maupun dari Kasi Intel Kejari Bekasi.
( Red* )